web site hit counter Cerita Rakyat Ratu Tribhuwana Tuggadewi dan Patih Gajah Mada Menyatukan Nusantara
    Friday 19th of April 2024

Cerita Rakyat Ratu Tribhuwana Tuggadewi dan Patih Gajah Mada Menyatukan Nusantara

Cerita Rakyat Ratu Tribhuwana Tuggadewi dan Patih Gajah Mada Menyatukan Nusantara

--

Motormagz.com - Tribhuwana Tunggadewi adalah penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang memerintah antara 1328-1350 M. Setelah menjadi ratu, ia mendapatkan gelar Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Sejarah mencatat, pada era Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani inilah terucap Sumpah Amukti Palapa oleh Mahapatih Gajah Mada.


Antara Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Gajah Mada memang terjalin hubungan yang saling melengkapi. Sri Ratu Tribhuwana mempercayakan Gajah Mada menempati posisi paling bergengsi di pemerintahan Majapahit. Sementara berkat Gajah Mada, misi sang ratu mulai terlaksana.

Nantinya, Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada di hadapan Tribhuwana Tunggadewi hampir benar-benar terwujud di era selanjutnya, yakni pada masa Hayam Wuruk. Gajah Mada berikrar pantang merasakan kenikmatan duniawi sebelum mempersatukan Nusantara di bawah naungan Kemaharajaan Majapahit.

Putri Raden Wijaya Sang Pendiri Majapahit

Tribhuwana Tunggadewi merupakan putri Raden Wijaya, pendiri sekaligus Raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M).

Slamet Muljana dalam Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979) mencatat, sang ratu memegang gelar lengkap Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Sebelum memerintah di Majapahit, nama aslinya adalah Dyah Gitarja. Ibunda Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah Gayatri atau Rajapatni, salah satu istri Raden Wijaya yang juga putri Kertanegara, raja terakhir Singasari.

Setelah Kerajaan Singasari hancur akibat pemberontakan Jayakatwang pada 1292 yang mengakibatkan Raja Kertanegara tewas, Raden Wijaya mendirikan pemerintahan baru bernama Majapahit di tepi Sungai Brantas, Mojokerto, setahun kemudian. Penerus Raden Wijaya yang wafat pada 1309 M adalah putranya yang bernama Kalagemet. Raja ke-2 Majapahit ini dinobatkan dengan gelar Sri Jayanegara (1309-1328 M). Dyah Gitarja alias Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Jayanegara adalah saudara seayah, tetapi ibu berbeda.

Selama masa kekuasaan Jayanegara, Dyah Gitarja pernah menjabat sebagai Bhre Kahuripan. Kahuripan (kini wilayah Sidoarjo) adalah salah satu dari 12 wilayah utama atau semacam provinsi terpenting Kerajaan Majapahit yang beribukota di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Jayanegara dianggap tidak mampu memimpin Kerajaan Majapahit sehingga muncul serangkaian pemberontakan selama pemerintahannya. Pada akhirnya, raja ke-2 Majapahit ini tewas dibunuh oleh tabib sekaligus pengawalnya sendiri, yakni Ra Tanca, pada 1328.

Gajah Mada yang kala itu adalah anggota Bhayangkara atau pasukan pengawal raja memiliki peran penting di era Jayanegara yang penuh kekacauan.

Ia pernah menyelamatkan Jayanegara dari pemberontakan Ra Kuti pada 1319. Gajah Mada juga yang melaksanakan eksekusi terhadap the king slayer, Ra Tanca.

Karena Jayanegara tidak memiliki pewaris langsung, yang berhak naik takhta adalah Ratu Gayatri, istri terkasih Raden Wijaya.

Namun, Parakitri Simbolon dalam Menjadi Indonesia: Volume 1 (2006) mencatat bahwa Gayatri menolak menjadi penguasa, ia telah melepaskan ambisi duniawi dan memilih jalan religi.

Maka, Gayatri menyerahkan takhta kepada putranya, Dyah Gitarja, yang dinobatkan pada tahun 1328 M dengan gelar Tribhuwana Wijayatunggadewi. Ia adalah raja perempuan atau rajaputri alias ratu pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit.

Misi Menyatukan Nusantara

Purwadi dalam buku Sejarah Raja-raja Jawa: Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di Jawa (2007) menyatakan bahwa jasa besar Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah meletakkan dasar-dasar politik kenegaraan Majapahit.

Kenaikan Tribhuwana Tunggadewi ke singgasana Majapahit juga berdampak besar pada karier Gajah Mada. Sosok perwira muda ini tiba-tiba meroket berkat peranannya dalam menjaga keamanan negara, termasuk menyelesaikan pemberontakan Sadeng dan Keta yang masih merupakan akibat dari pemerintahan Jayanegara.

Berhubung kesetiaan dan kecakapannya, Gajah Mada segera menjadi orang kepercayaan Tribhuwana Wijayatunggadewi.

Pada tahun 1334, Sri Ratu Tribhuwana menunjuk Gajah Mada untuk mengisi posisi sebagai rakryan patih atau mahapatih alias perdana menteri, menggantikan Arya Tadah yang mundur karena sudah merasa tua.

Dikutip dari Sedjarah Indonesia Lama (1961) karya Pitono Hardjowardojo, ketika dilantik sebagai mahapatih pada tahun 1334, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Ia bersumpah untuk tidak merasakan kenikmatan duniawi sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit.

Era Tribhuwana Wijayatunggadewi memang merupakan waktu di mana Majapahit mulai memperluas pengaruhnya ke luar Jawa.

Tahun 1343, sebagai contoh, seperti yang dikutip dari buku ‎Sejarah Kebudayaan Bali (1998) yang disusun Supratikno Raharjo dan kawan-kawan, Kerajaan Majapahit menaklukkan Bali.

Kemudian, kerajaan-kerajaan di wilayah lain di luar Jawa juga dikuasai oleh Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Mahapatih Gajah Mada atas perintah Sri Ratu Tribhuwana Tunggadewi.

Tribhuwana Tunggadewi Lengser Keprabon

Kerajaan Majapahit sebenarnya sedang menuju puncak kejayaannya ketika Tribhuwana Wijayatunggadewi memutuskan turun tahta pada tahun 1350. Keputusan ini diambil karena wafatnya ibunya, Gayatri.

Bagi Sri Ratu Tribhuwana, takhta Majapahit sebenarnya adalah hak milik ibunya yang memberinya mandat untuk menjadi pemimpin. Oleh karena itu, setelah kematian Gayatri, Tribhuwana Tunggadewi merasa bahwa amanat itu telah terpenuhi.

Takhta Majapahit selanjutnya diserahkan kepada putra mahkota, Hayam Wuruk, anak Tribhuwana Tunggadewi dari pernikahannya dengan Pangeran Cakradhara atau Kertawardhana, bangsawan keturunan Singasari.

Setelah turun tahta, Tribhuwana Tunggadewi kemudian menduduki posisi sebagai salah satu anggota Saptaprabhu, semacam dewan pertimbangan agung atau dewan penasihat raja yang terdiri dari keluarga kerajaan.

Hayam Wuruk diangkat sebagai raja ke-4 Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara (1350-1389 M). Dengan bimbingan Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Mahapatih Gajah Mada, raja muda ini membawa Majapahit mencapai masa keemasan, termasuk dalam misi penyatuan Nusantara.

Dikutip dari Nino Oktorino dalam Hikayat Majapahit: Kebangkitan dan Keruntuhan Kerajaan Terbesar di Nusantara (2020), tidak ada catatan pasti tentang kapan Tribhuwana Wijayatunggadewi meninggal dunia.

Kitab Pararaton hanya mencatat bahwa mantan Ratu Majapahit itu wafat setelah Gajah Enggon diangkat sebagai patih pada tahun 1371 M.

Jasad Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dihormati di Candi Pantarapura yang terletak di Desa Panggih, Trowulan, Mojokerto.

TAG:
Sumber:

UPDATE TERBARU